Konferensi Asia–Afrika
Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika (disingkat KTT Asia Afrika atau KAA;
kadang juga disebut Konferensi Bandung)
adalah sebuah konferensi antara negara-negara Asia
dan Afrika, yang kebanyakan baru saja memperoleh kemerdekaan. KAA
diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma),
Sri Lanka (dahulu Ceylon), India dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18 April-24 April 1955,
di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia dengan tujuan mempromosikan kerjasama ekonomi dan
kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.
Sebanyak
29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia pada saat itu
mengirimkan wakilnya. Konferensi ini merefleksikan apa yang mereka pandang
sebagai ketidakinginan kekuatan-kekuatan Barat untuk mengkonsultasikan dengan
mereka tentang keputusan-keputusan yang memengaruhi Asia pada masa Perang Dingin; kekhawatiran mereka mengenai ketegangan antara Republik Rakyat Tiongkok
dan Amerika Serikat; keinginan mereka untuk membentangkan fondasi bagi hubungan
yang damai antara Tiongkok dengan mereka dan pihak Barat; penentangan mereka
terhadap kolonialisme, khususnya pengaruh Perancis di Afrika Utara dan
kekuasaan kolonial perancis di Aljazair; dan keinginan Indonesia untuk
mempromosikan hak mereka dalam pertentangan dengan Belanda mengenai Irian Barat.
Sepuluh
poin hasil pertemuan ini kemudian tertuang dalam apa yang disebut Dasasila Bandung, yang berisi tentang "pernyataan
mengenai dukungan bagi kerusuhan dan kerjasama dunia". Dasasila Bandung
ini memasukkan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB dan prinsip-prinsip Nehru.
Konferensi ini akhirnya
membawa kepada terbentuknya Gerakan Non-Blok pada 1961.Asia dan Pasifik
·
Bahrain
·
Bhutan
·
Filipina
·
Fiji
·
India
·
Iran
·
Irak
·
Jepang
·
Kamboja
·
Kuwait
·
Kirgizia
·
Laos
·
Lebanon
·
Malaysia
·
Maladewa
·
Mongolia
·
Myanmar
·
Nauru
·
Nepal
·
Oman
·
Pakistan
·
Qatar
·
Samoa
·
Suriah
·
Thailand
·
Tonga
·
Turki
·
Tuvalu
·
Vanuatu
·
Vietnam
·
Yaman
·
Yordania
Afrika
- Republik Afrika Tengah
- Afrika Selatan
- Aljazair
- Angola
- Benin
- Botswana
- Burkina Faso
- Burundi
- Chad
- Djibouti
- Eritrea
- Ethiopia
- Gabon
- Gambia
- Ghana
- Guinea
- Guinea Bissau
- Guinea Ekuatorial
- Kamerun
- Kenya
- Komoro
- Republik Demokratik Kongo
- Kongo
- Lesotho
- Liberia
- Libya
- Madagaskar
- Malawi
- Mali
- Maroko
- Mauritania
- Mauritius
- Mesir
- Mozambik
- Namibia
- Niger
- Nigeria
- Pantai Gading
- Rwanda
- Sao Tome dan Principe
- Senegal
- Seychelles
- Sierra Leone
- Somalia
- Sudan
- Swaziland
- Tanjung Verde
- Tanzania
- Tunisia
- Uganda
- Zambia
- Zimbabwe
Sejarah
Berakhirnya
Perang Dunia I membawa pengaruh terhadap bangsa-bangsa Asia dan Afrika untuk
memperoleh kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan. Di samping itu juga
ditandai dengan munculnya dua kekuatan ideologis, politis, dan militer termasuk
pengembangan senjata nuklir. Negara Republik Indonesia dalam menyelenggarakan
kehidupan bermasyarakat dan bernegara selalu berlandaskan pada Pancasila dan
UUD 1945. Salah satu bentuk penyelenggaraan kehidupan bernegara adalah menjalin
kerja sama dengan negara lain. Kebijakan yang menyangkut hubungan dengan negara
lain terangkum dalam kebijakan politik luar negeri. Oleh karena itu,
pelaksanaan politik luar negeri Indonesia juga harus berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.Indonesia mencetuskan gagasannya untuk menggalang kerja sama dan solidaritas
antarbangsa dengan menyelenggarakan KAA.
Latar Belakang Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika
Politik luar negeri Indonesia adalah bebas
aktif. Bebas, artinya bangsa Indonesia tidak memihak pada salah satu blok yang
ada di dunia. Jadi, bangsa Indonesia berhak bersahabat dengan negara mana pun
asal tanpa ada unsur ikatan tertentu. Bebas juga berarti bahwa bangsa Indonesia
mempunyai cara sendiri dalam menanggapi masalah internasional. Aktifberarti
bahwa bangsa Indonesia secara aktif ikut mengusahakan terwujudnya perdamaian
dunia. Negara Indonesia memilih sifat politik luar negerinya bebas aktif sebab
setelah Perang Dunia II berakhir di dunia telah muncul dua kekuatan adidaya
baru yang saling berhadapan, yaitu negara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Amerika Serikat memelopori berdirinya Blok Barat atau Blok kapitalis (liberal),
sedangkan Uni Soviet memelopori kemunculan Blok Timur atau blok sosialis
(komunis).
Dalam upaya meredakan ketegangan dan untuk
mewujudkan perdamaian dunia, pemerintah Indonesia memprakarsai dan
menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Usaha ini mendapat dukungan dari
negara-negara di Asia dan Afrika. Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika pada umumnya
pernah menderita karena penindasan imperialis Barat. Persamaan nasib itu
menimbulkan rasa setia kawan. Setelah Perang Dunia II berakhir, banyak negara
di Asia dan Afrika yang berhasil mencapai kemerdekaan, di antaranya adalah
India, Indonesia, Filipina, Pakistan, Burma (Myanmar), Sri Lanka, Vietnam, dan
Libia. Sementara itu, masih banyak pula negara yang berada di kawasan Asia dan
Afrika belum dapat mencapai kemerdekaan. Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika yang
telah merdeka tidak melupakan masa lampaunya. Mereka tetap merasa senasib dan
sependeritaan. Lebih-lebih apabila mengingat masih banyak negara di Asia dan
Afrika yang belum merdeka. Rasa setia kawan itu dicetuskan dalam
Konferensi Asia Afrika. Sebagai cetusan rasa
setia kawan dan sebagai usaha untuk menjaga perdamaian dunia, pelaksanaan
Konferensi Asia Afrika mempunyai arti penting, baik bagi bangsa-bangsa di Asia
dan Afrika pada khususnya maupun dunia pada umumnya.
Prakarsa
untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika dikemukakan pertama kali oleh Perdana
Menteri RI Ali Sastroamijoyo yang kemudian mendapat dukungan dari negara India,
Pakistan, Sri Lanka, dan Burma (Myanmar) dalam Konferensi Colombo.
Konferensi Pendahuluan
Sebelum Konferensi Asia Afrika dilaksanakan,
terlebih dahulu diadakan konferensi pendahuluan sebagai persiapan. Konferensi
pendahuluan tersebut, antara lain sebagai berikut.
Konferensi
Kolombo (Konferensi Pancanegara I)
Konferensi
pendahuluan yang pertama diselenggarakan di Kolombo, ibu kota negara Sri Lanka
pada tanggal 28 April–2 Mei 1954. Konferensi dihadiri oleh lima orang perdana
menteri dari negara sebagai berikut.
- Perdana Menteri Pakistan : Muhammad Ali Jinnah
- Perdana Menteri Sri Lanka : Sir John Kotelawala
- Perdana Menteri Burma (Myanmar) : U Nu
- Perdana Menteri Indonesia : Ali Sastroamijoyo
- Perdana Menteri India : Jawaharlal Nehru
Konferensi Kolombo membahas masalah Vietnam,
sebagai persiapan untuk menghadapi Konferensi di Jenewa. Di samping itu
Konferensi Kolombo secara aklamasi memutuskan akan mengadakan Konferensi Asia
Afrika dan pemerintah Indonesia ditunjuk sebagai penyelenggaranya. Kelima
negara yang wakilnya hadir dalam Konferensi Kolombo kemudian dikenal dengan
nama Pancanegara. Kelima negara itu disebut sebagai negara sponsor. Konferensi
Kolombo juga terkenal dengan nama Konferensi Pancanegara I.
Konferensi
Bogor (Konferensi Pancanegara II)
Konferensi pendahuluan yang kedua
diselenggarakan di Bogor pada tanggal 22–29 Desember 1954. Konferensi itu
dihadiri pula oleh perdana menteri negara-negara peserta Konferensi Kolombo.
Konferensi Bogor memutuskan hal-hal sebagai berikut.
- Konferensi Asia Afrika akan diselenggarakan di Bandung pada bulan 18-24 April 1955.
- Penetapan tujuan KAA dan menetapkan negara-negara yang akan diundang sebagai peserta Konferensi Asia Afrika.
- Hal-hal yang akan dibicarakan dalam Konferensi Asia Afrika.
- Pemberian dukungan terhadap tuntutan Indonesia mengenai Irian Barat.
Konferensi
Bogor juga terkenal dengan nama Konferensi Pancanegara II.
Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika
Sesuai dengan rencana, Konferensi Asia Afrika
diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18–24 April 1955. Kon-ferensi Asia
Afrika dihadiri oleh wakil-wakil dari 29 negara yang terdiri atas negara
pengundang dan negara yang diundang.
- Negara pengundang meliputi Indonesia, India, Pakistan, Sri Lanka, dan Burma (Myanmar).
- Negara yang diundang 24 negara terdiri atas 6 negara Afrika dan 18 negara meliputi Asia (Filipina, Thailand, Kampuchea, Laos, RRC, Jepang, Vietnam Utara, Vietnam Selatan, Nepal, Afghanistan, Iran, Irak, Saudi Arabia, Syria (Suriah), Yordania, Lebanon, Turki, Yaman), dan Afrika (Mesir, Sudan, Etiopia, Liberia, Libia, dan Pantai Emas/Gold Coast).
Negara yang diundang, tetapi tidak hadir pada
Konferensi Asia Afrika adalah Rhodesia/Federasi Afrika Tengah. Ketidakhadiran
itu disebabkan Federasi Afrika Tengah masih dilanda pertikaian dalam
negara/dikuasai oleh orang-orang Inggris. Semua persidangan Konferensi Asia
Afrika diselenggarakan di Gedung Merdeka, Bandung.
Latar
belakang dan dasar pertimbangan diadakan KAA adalah sebagai berikut.
- Kenangan kejayaan masa lampau dari beberapa negara di kawasan Asia-Afrika.
- Perasaan senasib sepenanggungan karena sama-sama merasakan masa penjajahan dan penindasan bangsa Barat, kecuali Thailand.
- Meningkatnya kesadaran berbangsa yang dimotori oleh golongan elite nasional/terpelajar dan intelektual.
- 4) Adanya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur.
- Memiliki pokok-pokok yang kuat dalam hal bangsa, agama, dan budaya.
- Secara geografis letaknya berdekatan dan saling melengkapi satu sama lain.
Tujuan diadakannya Konferensi Asia Afrika, antara
lain:
- memajukan kerja sama bangsa-bangsa di Asia dan Afrika dalam bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan;
- memberantas diskriminasi ras dan kolonialisme;
- memperbesar peranan bangsa Asia dan Afrika di dunia dan ikut serta mengusahakan perdamaian dunia dan kerja sama internasional.
- bekerja sama dalam bidang sosial, ekonomi, dan budaya,
- membicarakan masalah-masalah khusus yang menyangkut kepentingan bersama seperti kedaulatan negara, rasionalisme, dan kolonialisme.
Konferensi Asia Afrika membicarakan hal-hal
yang menyangkut kepentingan bersama negara-negara di Asia dan Afrika, terutama
kerja sama ekonomi dan kebudayaan, serta masalah kolonialisme dan perdamaian
dunia. Kerja sama ekonomi dalam lingkungan bangsa-bangsa Asia dan Afrika
dilakukan dengan saling memberikan bantuan teknik dan tenaga ahli. Konferensi berpendapat
bahwa negara-negara di Asia dan Afrika perlu memperluas perdagangan dan
pertukaran delegasi dagang. Dalam konferensi tersebut ditegaskan juga
pentingnya masalah perhubungan antarnegara karena kelancaran perhubungan dapat
memajukan ekonomi. Konferensi juga menyetujui penggunaan beberapa organisasi
internasional yang telah ada untuk memajukan ekonomi. Konferensi Asia Afrika
menyokong sepenuhnya prinsip dasar hak asasi manusia yang tercantum dalam
Piagam PBB. Oleh karena itu, sangat disesalkan masih adanya rasialisme dan
diskriminasi warna kulit di beberapa negara. Konferensi mendukung usaha untuk
melenyapkan rasialisme dan diskriminasi warna kulit di mana pun di dunia ini.
Konferensi juga menyatakan bahwa kolonialisme dalam segala bentuk harus diakhiri
dan setiap perjuangan kemer-dekaan harus dibantu sampai berhasil. Demi
perdamaian dunia, konferensi mendukung adanya perlucutan senjata. Juga
diserukan agar percobaan senjata nuklir dihentikan dan masalah perdamaian juga
merupakan masalah yang sangat penting dalam pergaulan internasional. Oleh
karena itu, semua bangsa di dunia hendaknya menjalankan toleransi dan hidup
berdampingan secara damai. Demi perdamaian pula, konferensi menganjurkan agar
negara yang memenuhi syarat segera dapat diterima menjadi anggota PBB.
Konferensi
setelah membicarakan beberapa masalah yang menyangkut kepentingan negara-negara
Asia Afrika khususnya dan negara-negara di dunia pada umumnya, segera mengambil
beberapa keputusan penting, antara lain:
- memajukan kerja sama bangsa-bangsa Asia Afrika di bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan;
- menuntut kemerdekaan bagi Aljazair, Tunisia, dan Maroko;
- mendukung tuntutan Indonesia atas Irian Barat dan tuntutan Yaman atas Aden;
- menentang diskriminasi ras dan kolonialisme dalam segala bentuk;
- aktif mengusahakan perdamaian dunia.
Selain
menetapkan keputusan tersebut, konferensi juga mengajak setiap bangsa di dunia
untuk menjalankan beberapa prinsip bersama, seperti:
- menghormati hak-hak dasar manusia, tujuan, serta asas yang termuat dalam Piagam PBB;
- menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa;
- mengakui persamaan ras dan persamaan semua bangsa, baik bangsa besar maupun bangsa kecil;
- melakukan intervensi atau ikut campur tangan dalam persoalan dalam negeri negara lain;
- menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri, baik secara sendirian maupun secara kolektif sesuai dengan Piagam PBB;
- a) tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus salah satu negara besar; b) tidak melakukan tekanan terhadap negara lain;
- tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atas kemerdekaan politik suatu negara;
- menyelesaikan segala perselisihan internasional secara damai sesuai dengan Piagam PBB;
- memajukan kepentingan bersama dan kerja sama internasional;
- menghormati hukum dan kewajiban internasional lainnya.
Kesepuluh prinsip yang dinyatakan dalam
Konferensi Asia Afrika itu dikenal dengan nama Dasasila Bandung atau Bandung
Declaration.
Pengaruh Konferensi Asia Afrika bagi Solidaritas dan
Perjuangan Kemerdekaan Bangsa di Asia dan Afrika
Konferensi Asia Afrika membawa pengaruh yang
besar bagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa di Asia dan Afrika.
Pengaruh Konferensi Asia Afrika adalah sebagai berikut.
- Perintis dalam membina solidaritas bangsa-bangsa dan merupakan titik tolak untuk mengakui kenyataan bahwa semua bangsa di dunia harus dapat hidup berdampingan secara damai.
- Cetusan rasa setia kawan dan kebangsaan bangsa-bangsa Asia Afrika untuk menggalang persatuan.
- Penjelmaan kebangkitan kembali bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
- Pendorong bagi perjuangan kemerdekaan bangsa di dunia pada umumnya serta di Asia dan Afrika khususnya.
- Memberikan pengaruh yang besar terhadap perjuangan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika dalam mencapai kemerdekaannya.
- Banyak negara-negara Asia-Afrika yang merdeka kemudian masuk menjadi anggota PBB.
Selain membawa pengaruh bagi solidaritas dan
perjuangan kemerdekaan bangsa di Asia dan Afrika, Konferensi Asia Afrika juga
menimbulkan dampak yang penting dalam perkembangan dunia pada umumnya. Pengaruh
atau dampak itu, antara lain sebagai berikut.
- Konferensi Asia Afrika mampu menjadi penengah dua blok yang saling berseteru sehingga dapat mengurangi ketegangan/détenteakibat Perang Dingin dan mencegah terjadinya perang terbuka.
- Gagasan Konferensi Asia Afrika berkembang lebih luas lagi dan diwujudkan dalam Gerakan Non Blok.
- Politik bebas aktif yang dijalankan Indonesia, India, Burma (Myanmar), dan Sri Lanka tampak mulai diikuti oleh negara-negara yang tidak bersedia masuk Blok Timur ataupun Blok Barat.
- Belanda cemas dalam menghadapi kelompok Asia Afrika di PBB sebab dalam Sidang Umum PBB, kelompok tersebut mendukung tuntutan Indonesia atas kembalinya Irian Barat ke pangkuan RI.
- Australia dan Amerika Serikat mulai berusaha menghapuskan diskriminasi ras di negaranya.
Konferensi
Asia Afrika dan pengaruhnya terhadap solidaritas antarbangsa tidak hanya
berdampak pada negara-negara di Asia dan Afrika, tetapi juga bergema ke seluruh
dunia.
Hubungan
dengan Eropa
Konflik
negara-negara Barat dalam penjajahannya di Afrika mengambil cara eksploitasi
dan hampir-hampir penyebaran kapitalisme tidak terlihat wujudnya. Penampakan
lebih pada kerakusan materi dan konflik perebutan pengaruh antara Eropa dan AS.
Inggris dan sekutu-sekutu Eropanya, demikian juga AS, tidak menaruh perhatian
pada apa pun di Afrika, kecuali pada keuntungan-keuntungan material.
Adapun
di Dunia Islam, di Timur Tengah dan Afrika Utara, atau di Asia Tengah dan Asia
Tenggara, maka negara-negara penjajah —di bawah pimpinan AS— di samping
memaksakan dominasi politik, militer, dan ekonomi di Dunia Islam untuk
mengeksploitasi manfaat-manfaat materialnya, juga berupaya untuk menyebarkan
kapitalisme pada banyak bidang. Misalnya perhatian negara-negara penjajah
terhadap konferensi-konferensi seperti “konferensi emansipasi” dan “kesetaraan
gender”.
Sebelum
Perang Dunia II tidak terdapatblok-blok dalam arti ideologis. Adapun setelah
Perang Dunia II, dunia terbagi secara internasional menjadi dua blok: Blok
Barat (tak semua berideologi kapitalisme) dan Blok Timur (berideologi
komunisme). AS dianggap sebagai negara pertama dalam Blok Barat, sedang Rusia
(Uni Soviet) sebagai negara pertama di Blok Timur.
Selamanya
penjajahan tidak akan menguntungkan manusia. Penolakan penjajahan harus
dilakukan sebagai bentuk menuju kedamaian hidup dunia. Penolakan juga disertai
dengan sikap menolak ideologi batil yaitu Kapitalisme dan Komunisme. Serta
kedua turunan dari ideologi dalam berbagai bentuk ide turunannya. Kedua ide
itulah yang menyebabkan kerusakan di bumi.
Dibalik KAA 1955
Penjajahan
Eropa di Afrika berlangsung hingga akhir perang Dunia II. Pada saat Piagam PBB
disusun, di dalamnya terdapat pasalpasalyang berkaitan dengan penghentian
penjajahan. Akan tetapipasal-pasal ini dibuat sedemikian rupa sehingga
penghentianpenjajahan ini berlangsung secara bertahap. Maka,
negara-negaraadidaya tidak membicarakan penghentian penjajahan di Afrikakecuali
setelah tahun 1960. Sedang sebelum itu pada sebagian negara-negara jajahan
dibentuk pemerintahan perwalian/mandat,seperti jajahan-jajahan Italia sebagai
pendahuluan untuk penghentian penjajahan di sana. Terdapat pula
aktivitas-aktivitas politik untuk mengakhiri penjajahan.
Aktivitas
politik yang terpenting waktu itu tercermin padagagasan Netralitas Positif,
Konferensi Netralitas Positif, dan NonBlok. Gagasan Netralitas Positif ini pada
mulanya adalah gagasanInggris yang diberikan oleh PM Churchil kepada salah satu
agenInggris, yaitu Nehru. Churchil meminta Nehru agarmengumumkan ide itu
sebagai politik India dan menjalankannyadi negara-negara di kawasan Asia.
Mengenai
ide kemerdekaan, Inggris telah sejak lamamenjadikannya sebagai sarana untuk
mengubah carapenjajahannya. Inggris telah memberikan kemerdekaan kepadasebagian
jajahannya dan menjadikannya negara-negara merdeka.Sebagiannya dibentuk Inggris
menjadi apa yang disebut NegaraPersemakmuran Inggris. Karena itu, Inggris tidak
banyakmempedulikan ide kemerdekaan, tetapi dia mendukungnya danmengikuti
alurnya karena Inggris tahu bagaimana memanfaatkanide ini untuk tetap
mengokohkan penjajahannya. Namun Inggriskhawatir terhadap dominasi AS atas
negara-negara merdekatersebut melalui cara memberikan utang luar negeri,
mengirimtenaga ahli, memberi bantuan, dan sebagainya.
Inilah
asal usul mengapa Inggris memunculkan gagasanNetralitas Positif dan
memberikannya pada Nehru agar Nehrumenjalankannya sebagai upaya menghambat AS
dan Rusia (UniSoviet). Nehru kemudian benar-benar menyebarkan gagasan inidengan
penuh semangat.
Nehru
tetap menyebarkan gagasan ini dan berusaha mewujudkan gagasannya menjadi aksi
yangkonkret. Nehru kemudian menjalin kontak dengan Cina dan mengajaknya untuk
mengadakan konferensi negara-negara nonblok.Cina dengan serta-merta menerimanya
lalu dibentuklahpanitia persiapan konferensi. Panitia ini lalu mengadakan
kontakdengan negara-negara terjajah yang sudah merdeka dan mengajaknya untuk
mengadakan konferensi non-blok.
Indonesia
termasuk ke dalam panitia ini. Pada waktu itu Indonesia belum cenderung memihak
kepada AS. Indonesia jugakhawatir jikalau nanti konferensi itu akan berpihak
pada komunis.Nampak saat itu Indonesia berusaha untuk meminta pendapat AS dan
AS pun kemudian mendukung Indonesia. Waktu itupresiden Eisenhower juga
menyetujui gagasan non-blok ini.Karena itulah, Indonesia menerima baik gagasan
ini danmengusulkan supaya konferensi itu diadakan di Indonesiatepatnya di
Bandung. Usulan ini diterima oleh panitia dan diadakanlah konferensi ini di
Bandung pada tahun 1955.
Rusia
(Uni Soviet), Cina, Inggris, dan AS masing-masingberusaha memanfaatkan
konferensi itu. Tetapi konferensi inikemudian menghasilkan kesimpulan yang
memuaskan Rusia (UniSoviet), Cina dan AS, karena konferensi mengeluarkan
deklarasideklarasiyang menyerukan kemerdekaan. Sementara Inggris tidakpuas
karena dia ingin menguasai sendiri ataupun mendominasigagasan non-blok ini.
AS
kemudian benar-benar memanfaatkan konferensi ini.Waktu itu Tito, Soekarno, dan
Abdul Nasser mengadopsi dengankuat gagasan dan konferensi non-blok ini. Mereka
kemudianbergabung dengan Nehru —si agen Inggris— pemilik asli gagasanitu dan
menjadikan konferensi tersebut sebagai sarana untukmenyerukan kemerdekaan dari
penjajahan dan untuk menyerangnegara-negara imperialis. Mereka memprioritaskan
usahanya diAfrika. Pada tahun tahun 1960 gagasan non-blok tersebut
telahmemainkan perannya di Afrika.
Menelisik Pengaruh KAA 2015
Ada
tiga hal penting dari pertemuan KAA 2015, yaitu ekonomi-kesejahteraan, isu
kemerdekaan, dan islam. Tiga isu itu menggambarkan bahwa negara yang tergabung
dalam KAA masih jauh dari kesejahteraan, kedaulatan, dan kemandirian yan
diidamkan pasca merdeka.
Terkait
ekonomi-kesejahteraan, secara georafis jika dibentangkan mulai daratan Maroko
hingga Merauke (Indonesia), akan tampak keanekaragaman hayati berupa flora dan
fauna. Kandungan kekayaan di dalam perut bumi berupa minyak, mineral, dan
tambang lainnya. Ibaratkan wilayah Afrika-Asia seperti kue dan sepiring masakan
enak. Orang yang melihat pun akan tergiur dan coba memakannya. Cara halus dan
kasar pun ditempuh.
Fakta
menunjukan di beberapa negara yang memiliki SDA berlimpah terkadang salah urus.
Sehingga tidak dapat dinikmati dan memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Sebaliknya, SDA itu dikuasai asing melalui korporasi rakusnya. Di satu sisi ada
dilema ketika negara yang kaya SDA, ada rakyat yang miskin dan tidak sejahtera.
Di sisi lainnya, hasil SDA berlimpah hasilnya digunakan untuk hal yang tidak
penting demi memuaskan pihak penguasa. Sebagaimana negara di Timur Tengah yang
menanamkan saham di klub sepak bola eropa. Sementara mereka lupa, jika
Palestina merana tak sedikitpun diperhatikan.
Jika
pun ingin meningkatkan kerjasama ekonomi Asia-Afrika, maka negara-negara itu
harus mampu melepaskan belenggu kapitalisme dan jeratan tekanan Eropa, AS,
China, dan Rusia dalam perdagangan internasional. Yang harus diingat negara di
dunia ini terikat dengan WTO yang dikuasai segelintir negara berpengaruh.
Bahkan keterbukaan barang, jasa, dan orang akan begitu mudah masuk dan keluar
dari suatu negara. Sebagaimana liberalisasi perdangan atas nama MEA (Masyarakat
Ekonomi ASEAN) dan sejenisnya.
Terkait
isu kemerdekaan Palestina, isu itu memang hangat di dunia internasional. Baik
di PBB, Parlemen Eropa, Dunia Islam, dan Parlemen Amerika. Mereka cenderung
sibuk dalam urusan diplomasi dan konfrensi untuk membujuk Israel. Sementara
keberadaan Israel di Palestina bukan menjadi ancaman nyata. Mereka menutup
mata, bahwa penjajahan Palestina dikarenakan arogansi Israel ketika direstui
PBB dan Inggris untuk mengusir penduduk Palestina. Lantas, atas dasar apa
mereka menjulat lidahnya sendiri? Mereka lupa bahwa bergelimangnya mayat tak
membuat mereka miris dan bersedih. Sungguh aneh?
Hingga
saat ini draf dukungan Palestina merdeka masih dibahas perwakilan Indonesia di
New York.Luhut di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa 31/3/2015 mengatakan,”Saya
belum tahu perkembangan terakhir. Tapi itu menjadi usulan dari pemerintah
Indonesia dan itu janji presiden. Kementerian Luar Negeri kita masih melobi
itu. Mudah-mudahan bisa kita capai.” Sebagai negara dengan mayoritas penduduk
beragama Islam, Indonesia mempunyai arti penting bagi Palestina. Seperti
komitmen Jokowi sejak awal menjadi presiden, pemerintah RI akan terus mendorong
deklarasi ini, agar Palestina menjadi negara merdeka dan masuk anggota PBB
(news.liputan6.com).
Istilah
kemerdekaan Palestina merupakan bagian dari intrik politik dan kelicikan Barat.
Solusi selama ini yang ditawarkan berupa keberadaan dua negara: Palestina dan
Israel berdampingan. Ini sebenarnya bukan solusi, karena sama saja membiarkan
Israel untuk bercokol dan merangsek untuk menguasai wilayah Palestina. Di sisi
lain, Israel merupakan mitra utama AS untuk menjaga pengaruhnya di Timur
Tengah.
Maka
solusi tuntas bagi kemerdekaan Palestina adalah kesepakatan pemimpin negara
Asia-Afrika yang memiliki aqidah Islam mengirimkan tentara untuk berjihad
mengusir Israel. Karena hakikat penjajahan dan pendudukan di Palestina berupa fisik.
Isu-isu
Islam begitu menarik dan menjadi perdebatan hangat. Pembicaraan Islam biasanya
dikaitakan dengan radikalisme, ektrimisme, moderat, dan toleran. Tampaknya
Islam yang kaffah dan mulia ini akan digeser pada pemahaman Islam moderat ala
Barat. Selama ini, Barat setelah melakukan kajian mendalam pada Islam dan dunia
Islam mereka pun berbicara Islam atas pandangan mereka. Barat berupaya
mengakomodasikan pemikirannya agar diterima oleh Islam. Dimunculkan istilah
demokratisasi, humanisme, dan moderat. Islam coba ditarik jauh dari akarnya dan
kesuciannya.
Oleh
karena itu, KAA 2015 tidak akan berarti apa pun, jika yang masih menjadi
pengikatnya adalah nasionalisme dan perasaan terjajah. Barat pun tidak akan
gentar karena KAA 2015 bukanlah agenda politik penyatuan wilayah Asia-Afrika
untuk melawan mereka. Barat faham betul bahwa antek dan pemimpin negara boneka
akan senantiasa menjaga kepentingannya di Asia-Afrika. Seharusnya negara yang
tergabung dalam KAA menyadari bahwa ada penjajahan gaya baru (neo imprelisme)
dan kebebasan baru (neo liberalisme) di negeri mereka. Mereka seharusnya dalam
KAA 2015 merumuskan untuk mengusir Kapitalisme dan menyelamatkan negerinya dari
neo imprelisme dan neo liberalisme.
Indonesia
layak menjadi motor dan pemersatu anggota KAA yang mayoritas muslim untuk
kembali bersatu di bawah satu kepemimpinan. Indonesia dengan SDM dan SDA-nya
pasti mampu memimpin dan menjadi pelindung negeri lainnya. Yang dibutuhkan
hanya satu, yaitu keberanian politik untuk menggabungkan negeri-negeri kaum
muslim dalam bendera tauhid. Itulah esensi negara Khilafah yang akan menyatukan
segala potensi untuk mengusir dominasi penjajah asing.