Kamis, 02 Oktober 2014

Kota Berkelanjutan


Kota Berkelanjutan (Sustainable City)



Keberlanjutan (sustainability) secara umum berarti kemampuan untuk menjaga dan mempertahankan keseimbangan proses atau kondisi suatu sistem, yang terkait dengan sistem hayati dan binaan. Dalam konteks ekologi, keberlanjutan dipahami sebagai kemampuan ekosistem menjaga dan mempertahankan proses, fungsi, produktivitas, dan keanekaragaman ekologis pada masa mendatang. 


Dalam perkembangannya seiring dengan kebutuhan menjaga keberlanjutan kehidupan manusia di bumi, masyarakat dunia diperkenalkan pada pemahaman mengenai pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Walaupun hingga kini secara ilmiah belum terbukti adanya kehidupan manusia yang tidak berkelanjutan, namun pada prinsipnya pembangunan berkelanjutan memiliki tujuan agar pemanfaatan sumberdaya alam dipertahankan pada laju dimana kelangkaan dan kepunahan sumberdaya alam bersangkutan tidak dihadapi oleh generasi mendatang. Dalam prinsip tersebut terkandung makna adanya batas atau limitasi keberlanjutan.


            Akan tetapi tantanggan terbesar dari Pembangunan berkelanjutan ini adalah menghadapin pertumbuhan penduduk yang besar ataupun daerah padat dengan penduduknya, Bagaimanapun akan membutuhkan area yang besar, sehingga akan menimbulkan masalah dengan alam, untuk itu juga harus diadakan pembangunan perkotaan yang berwawasan lingkungan. Dikarenankan perencanaan pembangunan kota harus memperhatikan aspek Alam dan lingkungan sebagaimana konsep E. Howard dengan garden cittynya. " Kota besar bukanlah tempat yang cocok untuk tempat tinggal jika persoalan lingkungannya diabaikan.


Sejak tahun 1980an, berkembang gagasan mengenai format kehidupan berkelanjutan sebagai perwujudan kesadaran kolektif akan keterbatasan sumberdaya alam dan lingkungan menopang kehidupan manusia pada masa mendatang. Pada tahun 1989, World Commission on Environment dan Development (WCED) mempublikasikan Brundtland Report dalam dokumen Our Common Future mengenai pembangunan berkelanjutan yang selanjutnya dikenal dan diterima secara luas sebagai basis mengatur tata kehidupan dunia yang lebih berkelanjutan.

Perwujudan kota berkelanjutan ( The World Commision on Environment and Development, 1987) antara lain:

a)    Kota berkelanjutan dibangun dengan kepedulian dan memperhatikan aset-aset lingkungan alam, memperhatikan penggunaan sumber daya, meminimalisasi dampak kegiatan terhadap alam.

b)    Kota berkelanjutan berada pada tatanan regional dan global, tidak peduli apakah besar atau kecil, tanggung jawabnya melewati batas-batas kota.

c)    Kota berkelanjutan meliputi areal yang lebih luas, dimana individu bertangguang jawab terhadap kota.

d)    Kota berkelanjutan memerlukan aset-aset lingkungan dan dampaknya terdistribusi secara lebih merata.

e)    Kota berkelanjutan adalah kota pengetahuan, kota bersama, kota dengan jaringan internasional.

f)     Kota berkelanjutan akan memperhatikan konservasi, memperkuat dan mengedepankan hal-hal yang  berkaitan dengan alam dan lingkungan

g)    Kota berkelanjutan saat ini lebih banyak kesempatan untuk memperkuat kualitas lingkungan skala lokal, regional, dan global

Pembangunan kota tidak boleh lagi berorientasi pada kepentingan ekonomi semata, tapi harus meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat dan kelestarian lingkungan. Kota harus melakukan antisipasi, mitigasi, dan adaptasi terhadap perubahan iklim dalam aspek komitmen, kebijakan, dan kelembagaan.

      Perencanaan kota memerlukan pendekatan menyeluruh dalam pengembangan perkotaan, penyediaan perumahan terjangkau dan infrastruktur memadai, serta prioritas peningkatan kualitas permukiman kumuh dan regenerasi perkotaan. Kualitas permukiman juga harus ditingkatkan, termasuk kondisi kehidupan dan pekerjaan dalam konteks penanggulangan kemiskinan, sehingga terdapat kemudahan akses terhadap pelayanan dasar (kesehatan dan pendidikan), perumahan, dan mobilitas.

Perencanaan dan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan juga harus didekati secara terpadu, termasuk melalui dukungan kepada pemerintah daerah, peningkatan kesadaran publik, dan peningkatan partisipasi penduduk perkotaan dalam pengambilan keputusan.

           Kebijakan pembangunan berkelanjutan juga harus mendukung pelayanan sosial dan perumahan yang inklusif, lingkungan hunian yang aman dan sehat bagi semua, khususnya anak-anak, remaja, perempuan, lansia dan difabel; energi terbarukan; transportasi terjangkau dan hijau; promosi, perlindungan, dan restorasi ruang terbuka hijau; air minum dan sanitasi yang aman dan bersih; kualitas udara yang sehat; pengadaan pekerjaan yang layak; dan meningkatnya perencanaan tata ruang kota dan perbaikan permukiman kumuh.


Untuk dapat menciptakan suatu kota yang berkelanjutan, diperlukan lima prinsip dasar, yaitu ekologi, ekonomi, equity (pemerataan), engagement (peran serta), dan energi (Budiharjo, 1996). Dalam mengukur suatu keberlanjutan dalam pembangunan, terdapat beberapa indikator yang dapat dipergunakan, yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial (Trzyna, 1995). Hal tersebut didukung pula oleh Haeruman (1997) yang mengatakan bahwa pembangunan yang berkelanjutan merupakan suatu tujuan yang dilatarbelakangi sebuah visi akan keseimbangan dalam keterkaitan antara ekonomi, sosial, dan lingkungan (ekologi) guna membangun masyarakat yang stabil, makmur, dan berkualitas.



Antara kepentingan pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan terkesan kontradiktif atau dengan kata lain harus ada yang dikorbankan. Hal tersebut antara lain disebabkan adanya ketidakseimbangan kekuatan di masyarakat yang menawarkan kepentingan tertentu untuk meletakkan kepentingan individu berjangka pendek di atas kepentingan kolektif  berjangka panjang dari suatu masyarakat yang sustainabel (Yakin,1997).



Beberapa persyaratan yang harus dicapai dalam merealisasikan pembangunan yang berkelanjutan (Haeruman, 1997) antara lain:

a)    Dalam konteks ekonomi, pembangunan harus menghindari upaya-upaya untuk memperkaya satu kelompok yang akan menyebabkan kemiskinan bagi kelompok-kelompok lainnya. Dengan adanya ketidaksamaan itu, keberlanjutan hanya dicapai

b)    dalam konteks fisik tetapi tidak dalam konteks sosial ekonomi. Sehingga dalam pembangunan berkelanjutan, keadilan dan persamaan benar-benar menjadi dasar yang wajib diterapkan.

c)    Dalam konteks ekologis, pembangunan selayaknya menjaga, memperbaiki, dan memulihkan sumber daya alam yang dimiliki, baik pada daerah-daerah yang dimanfaatkan secara produktif maupun pada daerah-daerah marginal.

d)    Dalam konteks sosial, diperlukan suatu solidaritas, koordinasi dalam tindakan, serta partisipasi oleh berbagai sektor dan individu. Untuk itu diperlukan suatu pembenahan kelembagaan, pembagian tanggung jawab dan kerjasama yang baik dari para pembuat keputusan



Sebagai suatu proses, pembangunan kota berkelanjutan merepresentasikan progres perubahan secara bertahap yang berlangsung secara kontinyu (loop system) dengan arah menuju kualitas yang lebih baik berdasarkan feedback tahapan yang dilalui. Christopher A. Haines menyatakannya sebagai proses transformasi kota dengan benchmark yang mengindikasikan terjadinya perubahan, yakni konservasi sumberdaya alam, rehabilitasi untuk konservasi dan preservasi, menyediakan pelayanan transportasi publik, dan mengendalikan urban sprawl. Jika pembangunan pada awalnya berorientasi secara penuh terhadap pertumbuhan ekonomi, maka pembangunan berkelanjutan mensyaratkan keberlanjutan ekologis, dimana pada daur selanjutnya diimbangi dengan keadilan sosial dan berikutnya dengan pelestarian budaya. Sebagai proses tranformasi yang kontinyu, maka daur pembangunan akan mengalami improvement terhadap nilai-nilai keberlanjutan secara terus-menerus. Walaupun nilai keberlanjutan secara ideal tidak dapat ditetapkan, namun esensi dari proses keberlanjutan adalah nilai-nilai penghargaan yang lebih baik terhadap peningkatan kualitas kehidupan ekonomi, sosial, dan lingkungan.





Sumber :



·         Tesis Fenti Novita, Pengaruh Perkembangan Ekonomi Kota Bandar Lampung Terhadap Perkembangan Kawasan Pesisir (Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Deponegoro Tahun 2003




Minggu, 10 Agustus 2014

ILMU BUDAYA DASAR : STORY TELLING



ILMU BUDAYA DASAR

“STORY TELLING JAKA TARUB”

DOSEN : IBU WIDIO PURWANI






ANGGOTA :
AMALIA EKASANTI (20313756)
AUNIA PUTRI HEMAS ()
BANU F. M. ()
DANANG ()
JULOT M. ()
M. GAMMA M. ()
M. FADHIL ()

KELAS 1TB03
Deskripsi Story Telling:
*                Judul : Jaka Tarub
*                Asal daerah  : Jawa Timur
*                Sejarah Legenda Jaka Tarub :
Legenda Jaka Tarub adalah salah satu cerita rakyat yang diabadikan dalam naskah populer Sastra Jawa Baru, Babad Tanah Jawi.
Kisah ini berputar pada kehidupan tokoh utama yang bernama Jaka Tarub (“Pemuda dari Tarub”). Setelah dewasa ia digelari Ki Ageng Tarub. Ki Ageng Tarub adalah tokoh yang dianggap sebagai leluhur dinasti mataram, dinasti yang menguasai politik tanah Jawa – sebagian atau seluruhnya – sejak abad ke-17 hingga sekarang.
*                Filosofi dan makna :
Kisah Jaka Tarub memiliki makna bahwa



















DONGENG JAKA TARUB











*               Ringkasan Cerita :

P
ada jaman dahulu kala, di Desa Tarub, tinggallah seorang janda bernama Nyi Randa Tarub. Sejak tinggal seorang diri, Nyi Randa Tarub mengangkat seorang anak laki-laki yang dipelihara dan dikasihinya. Anak ini berparas cakap dan sangat berbudi. Tugasnya membantu pekerjaan Nyi Randa Tarub sehari-hari. Nyi Randa Tarub memanggilnya Jaka Tarub.
Orang – orang di Desa Tarub mengenal Jaka Tarub sebagai pemuda yang dingin tangannya. Benih apapun yang ditanamnya, selalu memberikan hasil berlipat ganda. Tak jarang para pengolah ladang dan huma yang punya masalah dengan tanahnya, datang meminta pertolongan padanya.
“Padiku terserang hama, Jaka Tarub” kata mereka. Atau, “Buah Palawijaku kecil-kecil hasilnya.” “Tanahku telah kupupuk dan kupelihara. Mengapa hasilnya tidak memuaskan juga?”
“Baiklah paman-paman, aku akan segera membantu kalian setelah menyelesaikan pekerjaanku ini ya.” ujar Jaka Tarub.
Dengan akal dan upaya, Jaka Tarub membantu memecahkan masalah mereka. Bantuan selalu diberikannya dengan cuma-cuma. Tak pernah Jaka Tarub mau menerima upah dari mereka.

N
yi Randa Tarub telah berusia lanjut. Tak lama lagi maut mungkin akan datang menjemput. Ia semakin mengkhawatirkan Jaka Tarub yang belum memiliki pendamping hidup.
“Nak, apa kamu tidak lelah setiap hari selalu bekerja? Sesekali bersosialisasilah dengan teman-teman sebayamu. Siapa tahu kau menemukan jodohmu nak.” Kata Nyi Randa Tarub.
“Haha Nyi ini bicara apa, aku bekerja setiap hari demi membahagiakanmu Nyi, aku tidak pernah merasa lelah.”
“Aku tidak tertarik pada gadis di kampung ini Nyi, suatu saat aku pasti akan menemukan jodohku sendiri.” Ujar Jaka Tarub.

T
anpa terduga-duga, hal yang dikuatirkan terjadi juga. Karena lanjut usia, pada suatu hari Nyi Randa Tarub berpulang dengan tenang ke alam baka. Saat itu Jaka Tarub tidak ada di tempat. Dia tengah mengumpulkan kayu bakar di tengah hutan yang lebat. Berita sampai ke telinganya, namun sudah terlambat.
Nyi Randa Tarub sudah tidak ada. Jaka Tarub merasa hasil kerjanya percuma saja. Nyi Randa Tarub kini tidak lagi membutuhkan tenaganya. Usahanya mengolah ladang dan huma sia-sia belaka.
“Nyi Randa Tarub, kini kau telah pergi meninggalkanku seorang diri, aku merasa sudah tidak berguna lagi, jikalau aku pergi bekerja, untuk siapa aku bekerja?” ujar Jaka Tarub dengan penuh penyesalan.

J
aka Tarub kini lebih senang menyendiri. Orang desa kerap menjumpai dia tengah termenung. Sifatnya yang ramah berubah jadi pemurung.
Kehidupan Jaka Tarub kini semakin serba tidak teratur, rasa lelah kerap menghampirinya dan membuatnya mengantuk hingga jatuh tertidur. Jaka Tarub bermimpi tengah memakan daging kijang muda yang sangat lezat. Saat ia terbangun, gairahnya muncul untuk segera memburu kijang muda sungguhan.
Namun alangkah sial dirinya, hari itu Jaka Tarub berkeliling di dalam hutan memburu kijang muda tapi nihil tiada hasil. Jaka Tarub mulai putus asa. Ia terduduk melamun meratapi nasibnya. Tapi alangkah terkejutnya Jaka Tarub melihat keindahan alam yang baru saja terjadi, alam yang baru saja diliputi hujan kini berubah menjadi cerah dan berwarna indah.
Tiba-tiba langit yang cerah mengeluarkan tujuh warna yang menakjubkan, dari merah terang hingga ungu muda. Namun ada yang janggal, dari ke-tujuh warna yang muncul dilangit ternyata turunlah tujuh sosok gadis berparas anggun nan cantik sesuai dengan ke-tujuh warna tadi.
Jaka Tarub merasa takjub, terlebih dengan pesona gadis bergaun ungu muda yang terlihat anggun nan menawan yang telah berhasil memikat hati Jaka Tarub. Gadis tersebut yang paling muda diantara warna lainnya, dan para kakaknya memanggilnnya Nawang Wulan.

T
ujuh bidadari mendarat dengan sempurna di sebuah telaga di dalam hutan. Kesejukan dan kesegaran air di telaga memikat para bidadari untuk turun dari khayangan. Mereka berniat untuk bermain air bersama dan membersihkan badan.
Jaka Tarub tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan berharga itu. Ia lantas segera mengambil sebuah selendang berwarna ungu muda milik Nawang Wulan dan menyembunyikannya.
Tujuh bidadari kembali bersiap untuk pulang ke khayangan. Namun berbeda dengan Nawang Wulan. Ia tampak kebingungan mencari sehelai selendang kesayangan.
Tanpa menunggu lama, keenam bidadari pergi terlebih dahulu,meninggalkan sang adik yang paling bungsu.
Nawang Wulan terlihat sedih, ia tak tahu harus berbuat apa di bumi ini. Karena ia bukan seorang manusia, ia adalah sesosok bidadari! Ditengah kesedihannya itu, muncul sesosok pemuda tampan yang kemudian menghampirinya.
“Wahai, siapakah gerangan Adinda ini?”
“Mengapa Adinda menangis sendiri di tengah hutan?” ujar Jaka Tarub.
“Aku adalah bidadari, aku ditinggal oleh keenam saudariku karena aku kehilangan selendang milikku. Aku tidak bisa pulang ke khayangan tanpa selendangku.” Jawab Nawang Wulan.
“Baiklah, bagaimana jika kau ikut bersama pulang ke gubuk milikku, kau akan aman disana.” Ajak Jaka Tarub.
Tanpa berpikir dua kali, Nawang Wulan ikut bersama Jaka Tarub dan tinggal di gubuk miliknya bersama-sama.

S
emakin hari Jaka Tarub merasa semakin jatuh hati pada Nawang Wulan. Mereka berdua akhirnya memutuskan untuk menjadi pasangan suami-istri dengan sebuah persyaratan dari Nawang Wulan yang kemudian disetujui oleh Jaka Tarub.
“Aku mau menjadi istrimu asalkan kau menyetujui syaratku, yaitu aku minta kau memaklumi cara hidupku sebagai seorang bidadari. Aku punya cara tersendiri dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Kanda harus berjanji untuk tidak memasalahkan caraku ini.” Ujar Nawang Wulan.
Jaka Tarub hanya mengangguk sebagai pertanda bahwa ia setuju. Dan Nawang Wulan melanjutkan pembicaraan dengan pembagian tugas antara suami-istri.
“Kanda bertanggung jawab atas pekerjaan di ladang dan huma. Tanggung jawabku adalah dapur dan rumah. Aku tidak akan mempermasalahkan bagaimana cara kanda mengolah tanah, maka Kanda pun jangan mempermasalahkan bagaimana aku mengolah dapur dan rumah. Bila perjanjian ini disepakati, aku baru bersedia untuk diperistri.”
“Baiklah Nawang Wulan, aku bersedia memenuhi persyaratanmu itu” jawab Jaka Tarub dengan mantap.

K
ehidupan suami-istri mereka jalani dengan saling mengasihi. Seakan-akan tak ada pasangan lain yang lebih serasi di muka bumi. Sang suami rajin dan rendah hati, sedangkan sang istri setia dan baik budi. Yang satu gagah dan tampan, yang satu cantik nan rupawan. Tak seorang pun yang mengira bahwa suami-istri ini berasal dari dua dunia yang berbeda!
       Kebahagiaan Jaka Tarub pun berlipat ganda dikala ia dikarunia seorang anak perempuan yang diberi nama Nawangsih. Nawang Wulan berhasil melahirkan seorang anak tanpa bantuan siapa pun. Ia bahkan tidak terlihat lelah ataupun letih, justru ia langsung kembali seperti sedia kala. Mengerjakan tugas-tugas rumah dengan sepenuh hati.
       Jaka Tarub heran dan semakin bertanya-tanya. Apa sebenarnya yang terjadi pada sang istri. Ingin rasanya hati untuk menyelidiki. Namun apadaya, Jaka Tarub teringat kembali pada sebuah janji.
       Rasa penasaran pun semakin bergejolak ketika Jaka Tarub mendengar perkataan para tetangga. Mereka berkata bahwa Nawang Wulan adalah siluman. Yang suatu hari mungkin bisa membuat anaknya tidak aman. Puncak rasa penasaran itu pun terjadi ketika Jaka Tarub membuka lumbung, hendak menyimpan hasil panen yang melimpah. Jaka Tarub terkejut. Sepasang alisnya mengerut. Lumbung padinya ternyata masih penuh! Padinya masih utuh! Wahai, bagaimanakah ini bisa terjadi? Sedangkan setiap hari Nawang Wulan memasakkannya nasi! Mengapa persediaan pandi di lumbung tidak berkurang sama sekali?

J
aka Tarub tidak lagi dapat menahan hati. Terlalu banyak peristiwa yang ia tidak mengerti. Tingkah laku istrinya kini mulai diselidiki. Tanpa disadari, Jaka Tarub telah melupakan janji!
Pada suatu hari, ketika Nawang Wulan sedang pergi, Jaka Tarub menyelinap ke dalam dapur. Periuk nasi di atas api sedang berkepul.
       “Nawang Wulan sepertinya sedang tidak di rumah, ini kesempatan baik untukku.” Ujar Jaka Tarub.
“Apa ini? Mengapa di dalam periuk nasi hanya ada sebulir padi?” “Bagaimana caranya ini dapat menjadi sebuah nasi?”
       Jaka Tarub segera menyadari. Istrinya yang rupawan memanglah sesosok bidadari. Yang hanya membutuhkan sebulir padi untuk memasaknya menjadi nasi. Kini dia mulai menyesali. Dirinya telah melanggar sebuah janji.

S
aat Nawang Wulan tiba di rumah, ia terkejut sekali melihat isi periuk nasi yang seharusnya sudah terisi penuh oleh nasi namun masih berwujud sebulir padi. Ia tahu ada sesuatu hal yang telah terjadi. Sang suami pasti telah ingkar janji. Dan kini padi hanyalah sebulir padi. Tak bisa dengan cepat berubah menjadi buliran nasi.
       Semenjak hari itu Nawang Wulan mulai menjalani hari-harinya dengan penuh kerja keras. Tidak ada lagi waktu luang untuk bersantai, karena semua pekerjaan rumah dilakukannya dengan cara manusia. Ia tidak bisa mempergunakan kekuatan bidadarinya lagi. Semua akibat kecerobohan sang suami.
       Jaka Tarub merasa sangat bersalah, setiap hari Nawang Wulan terlihat begitu lelah. Raut wajahnya tak lagi terpancar indah. Kehidupan Nawang Wulan yang dulu serba mudah, jauhlah berubah menjadi serba susah.

       Suatu hari Nawang Wulan merasa kelelahan setelah lama menjalani rutinitas beratnya di rumah, sebagai istri dan juga sebagai ibu. Ia beristirahat sejenak di lumbung padi yang kini terlihat lebih luas karena padi-padinya dipergunakan secara wajar untuk makanan sehari-hari. Saat hendak beristirahat, sesuatu yang tak terduga pun terjadi. Nawang Wulan menemukan sesuatu yang sangat berharga miliknya sejak dulu.
“Aku rasa hari ini memang sangat melelahkan, aku sudah tidak kuat lagi dengan semua ini. Aku merasa ajalku sebentar lagi akan tiba. Lebih baik aku beristirahat sejenak di lumbung padi ini.”
“Ya ampun, apa ini?! Inikah selendang milikku yang telah lama hilang itu? Mengapa bisa ada di sini? Apakah mungkin Jaka Tarub menyembunyikannya?”
       Rahasia yang selama ini disembunyikan Jaka Tarub akhrinya terungkap oleh istrinya sendiri. Membuat keluarga kecil berbeda dunia ini harus berpisah demi sang bidadari. Perbedaan yang begitu jauh sudah tidak bisa dipersatukan kembali.
“Aku harus kembali ke khayangan jika masih ingin bertahan hidup menjadi bidadari” ujar Nawang Wulan.
“Aku tidak bisa lebih lama lagi tinggal di dunia ini, aku tidak akan mampu. Karena memang sesungguhnya dunia kita berbeda. Dan takdir kita pun berbeda. Kita tidak akan bisa bersatu kakanda.” Katanya menambahkan dengan suara lirih.
“Maafkan aku adinda. Aku dan Nawangsing akan selalu mengingatmu. Kami ikhlas jika engkau ingin kembali ke duniamu.” jawab Jaka Tarub.
“Percayalah, dari atas sana aku akan terus menjaga, memelihara, dan mencintai. Auraku akan melindungi kalian sepanjang waktu” kata Nawang Wulan seraya meninggalkan Jaka Tarub dan putri mereka.

S
emenjak ditinggal oleh Nawang Wulan, Jaka Tarub dan selalu hidup dalam keadaan aman dan selalu terhindar dari bahaya. Secara ajaib, Jaka Tarub dan putrinya tidak pernah merasa kehilangan Nawang Wulan. Mereka percaya, Nawang Wulan masih ada di antara mereka berdua. Aura bidadarinya menerangi gubuk mereka. Cintanya yang murni telah menghangati hati suami dan putrinya. Walaupun tanpa ujud yang nyata, Nawang Wulan tetap hadir untuk menjaga, memelihara dan mencintai mereka.
       Nawang Wulan tidak pernah melupakan mereka, Nawang Wulan, sang bidadari khayangan, menepati janjinya.
      
-SELESAI-
      


      




      


*               Nilai moral dan hikmah :
-         Jika menginginkan sesuatu hal maka harus meraihnya dengan kejujuran.
-         Jika ingin mendapatkan sesuatu yang lebih baik dibutuhkan keberanian untuk memilih meskipun hasilnya tidak sesuai dengan harapan.
-         Jangan pernah mencurigai sesuatu hal yang belum pasti
-         Kehidupan harus dijalani dengan seimbang, ada yang benar ada yang salah, ada yang datang ada pula yang pergi.
-         Kepercayaan harus selalu dipelihara dan dijunjung tinggi. Bila salah seorang menghianati, kepercayaan itu tidak bernilai lagi. Cinta yang murni pun tidak lagi berarti.