Contoh Surat Kontrak Perjanjian Pembangunan – Mencari contoh surat
perjanjian kontrak pembangunan pekerjaan borongan? Dalam Artikel ini
terdapat contoh surat perjanjian tentang pelaksanaan pekerjaan yang bisa
dikembangkan menjadi, contoh:
– Surat Perjanjian pekerjaan borongan
– Surat Perjanjian pelaksanaan pekerjaan pembangunan
– Surat Perjanjian pelaksanaan pekerjaan pembangunan pabrik
– Surat Perjanjian pelaksanaan pekerjaan pembangunan proyek
– Surat Perjanjian pelaksanaan pekerjaan pembangunan rumah tinggal
Surat perjanjian ini bukanlah contoh yang sempurna. Anda bisa memodifikasinya sesuai situasi dan kondisi dilapangan.
SURAT PERJANJIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEMBANGUNAN RUMAH TINGGAL
Bogor, kamis tanggal 21 bulan juni tahun 2012, kami yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Mujiono
Alamat :Jl. Contoh Surat Resmi No. 99, Cibinong Bogor
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
No KTP : 0123456789
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Pemilik Rumah disebut sebagai PIHAK PERTAMA.
Nama : Sulamun
Jabatan : Direktur CV
Alamat : Jl. Contoh Surat Perjanjian No. 214, Cibinong Bogor
No KTP : 9876543210
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama CV. Sukasenang Jaya selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA.
Berdasarkan Penawaran Harga Surat dari CV. Sukasenang Jaya
Nomor : 3128
Tanggal : 20 Juni 2012
Kedua belah pihak dengan ini menyatakan telah setuju dan sepakat
untuk mengikat diri dalam suatu perjanjian dalam bidang pelaksanaan
Pembangunan Rumah Tinggal dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagaimana
tercantum dalam pasal-pasal tersebut dibawah ini :
Pasal 1
TUGAS PEKERJAAN
(1) PIHAK PERTAMA memberikan tugas kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA
menerima tugas tersebut, yaitu untuk melaksanakan Pembangunan Rumah
Tinggal Beralamat Jl. Surat Kuasa No. 339, Cibinong Bogor
(2) Lingkup Pekerjaan secara terperinci adalah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perjanjian
Pelaksanaan Pekerjaan ini.
Pasal 2
DASAR PELAKSANAAN PEKERJAAN
Pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, harus dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA sesuai dengan :
a. Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)
b. Petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh PIHAK PERTAMA baik secara lisan maupun tulisan.
Pasal 3
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN DAN MASA PEMELIHARAAN
(1) Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan ditetapkan selama 30 (tiga
puluh) hari kalender terhitung sejak dikeluarkannya Surat Perintah Mulai
Kerja tanggal 22 juni 2012 dan harus sudah selesai dan diserahkan
paling lambat tanggal 25 juni 2012
(2) Waktu penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, tidak
dapat diubah oleh PIHAK KEDUA, kecuali adanya keadaan memaksa
sebagaimana telah diatur dalam perjanjian ini.
(3) Masa Pemeliharaan adalah 30 (tiga puluh) hari kalender, terhitung mulai serah terima Pertama pekerjaan dimaksud.
Pasal 4
SUB KONTRAKTOR
(1) Apabila suatu bagian pekerjaan akan diserahkan kepada suatu sub
kontraktor, maka PIHAK KEDUA harus memberitahukan secara tertulis kepada
PIHAK PERTAMA, hubungan antara PIHAK KEDUA dengan sub kontraktor
menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA
(2) Jika ternyata PIHAK KEDUA telah menyerahkan pekerjaan kepada sub
kontraktor tanpa persetujuan pengawas, maka setelah pengawas memberikan
peringatan tertulis kepada PIHAK KEDUA, PIHAK KEDUA harus mengembalikan
keadaan sehingga sesuai dengan isi surat perjanjian ini, semua biaya
yang dikeluarkan oleh PIHAK KEDUA atau sub kontraktor untukpekerjaan
yang dilakukan oleh sub kontraktor itu, ditanggung oleh PIHAK KEDUA
sendiri.
(3) Untuk bagian-bagian pekerjaan yang diserahkan kepada sub kontraktor
atas sepengetahuan PIHAK PERTAMA, maka PIHAK KEDUA harus melakukan
koordinasi yang baik, serta penuh tanggung jawab atas pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan oleh sub kontraktor, serta melakukan pengawasan
bersama-sama pengawas.
Pasal 5
JAMINAN PELAKSANAAN
(1) Pemborong yang ditunjuk sebagai pemenang lelang sebelum
menandatangani kontrak diwajibkan memberikan jaminan pelaksanaan sebesar
5 % dari nilai kontrak yaitu Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah).
(2) Pada saat Jaminan Pelaksanaan diterima, maka jaminan penawaran akan dikembalikan.
(3) Jaminan Pelaksanaan menjadi milik PEMILIK RUMAH apabila ;
– Dalam hal pemenang lelang dalam waktu yang telah ditetapkan tidak melaksanakan pekerjaan/penyerahan barang
– Dalam hal pemenang lelang mengundurkan diri setelah menandatangani kontrak.
Pasal 6
HARGA BORONGAN
(1) Jumlah harga borongan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 1 perjanjian ini adalah sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah) termasuk pajak–pajak yang dibebankan kepada PEMILIK RUMAH dan
merupakan jumlah yang tetap dan pasti (lumpsum fixed price).
(2) Dalam jumlah harga borongan tersebut pada ayat (1) di atas, sudah
termasuk pajak-pajak dan biaya-biaya lainnya yang harus dibayarkan PIHAK
KEDUA sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 7
CARA PEMBAYARAN
a) Uang muka kerja sebesar 20 % dari nilai Kontrak yaitu sebesar :
20 % x Rp. 100.000.000,- = Rp. 5.000.000,- setelah menyerahkan jaminan
uang muka yang diberikan oleh Bank Umum atau Asuransi yang telah
mendapatkan dukungan perusahaan Asuransi dalam dan luar negeri yang
cukup bonafit.
b) Pembayaran Pertama sebesar 40 % dari nilai Kontrak dikurangi dengan
angsuran pengembalian uang muka yang telah diambil, dibayarkan setelah
fisik dilapangan mencapai 45% yang dibuktikan dengan Berita acara
Pemeriksaan Lapangan dengan perincian :
Pembayaran Angsuran Pertama = 40% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 25.000.000,-
Potongan Uang Muka = 40% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 25.000.000,-,-
Jumlah Pembayaran Angsuran Pertama sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
c) Pembayaran Kedua sebesar 40 % dari nilai Kontrak dikurangi dengan
angsuran pengembalian uang muka yang telah diambil, dibayarkan setelah
fisik di lapangan mencapai 85% yang dibuktikan dengan Berita Acara
Pemeriksaan Lapangan dengan perincian :
Pembayaran Angsuran Pertama = 40% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 2.500.000,-
Potongan Uang Muka = 40% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 2.500.000,-
Jumlah Pembayaran Angsuran Kedua sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah)
d) Pembayaran Ketiga sebesar 15 % dari nilai Kontrak dikurangi dengan
angsuran pengembalian uang muka yang telah diambil, dibayarkan setelah
fisik dilapangan mencapai 100% yang dibuktikan dengan Berita acara
Pemeriksaan Lapangan dengan perincian :
Pembayaran Angsuran Ketiga = 15% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 12.000.000,-
Potongan Uang Muka = 20% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 12.500.000,-
Jumlah Pembayaran Angsuran Ketiga Rp. 23.500.000 (dua puluh tiga juta lima ratus ribu rupiah)
e) Pembayaran Terakhir sebesar 5 % dari nilai Kontrak yaitu sebesar Rp.
5.000.000 (lima juta rupiah) dibayarkan setelah berakhirnya masa
pemeliharaan dan telah diadakan serah terima pekerjaan tersebut kepada
PIHAK PERTAMA yang dibuktikan dengan Berita Acara Penyerahan Kedua untuk
Pekerjaan dimaksud dengan catatan :
1) Pembayaran dapat dilakukan dalam beberapa termin/angsuran sesuai dengan kebutuhan kondisi ;
2) Perincian pembayaran tiap termin/angsuran diperhitungkan nilai kontrak dikurangi besarnya uang muka
Pasal 8
PENYERAHAN PEKERJAAN
(1) Sebelum pekerjaan diserahkan kepada PIHAK PERTAMA, maka PIHAK KEDUA
berkewajiban untuk memberitahukan terlebih dahulu kepada PIHAK PERTAMA.
(2) Penyerahan pekerjaan harus dilakukan dan dinyatakan dalam Berita
Acara Penyerahan Pekerjaan, apabila PIHAK KEDUA sudah menyelesaikan
seluruh pekerjaan (selesai 100 %) sesuai persyaratan dan ketentuan yang
berlaku dalam spesifikasi teknis.
Pasal 9
DENDA-DENDA DAN SANKSI-SANKSI
Keterlambatan penyelesaian/penyerahan pekerjaan dari jangka waktu yang
telah ditetapkan dalam Perjanjian ini, akan dikenakan denda/sanksi
sebesar 1 ‰ (satu permil) untuk setiap hari keterlambatan dengan
maksimum 5 % (lima persen) dari jumlah harga borongan.
PASAL 10
KENAIKAN HARGA DAN FORCE MAJEURE
a) Semua kenaikan harga borongan dan lain-lainnya, selama pelaksanaan pekerjaan ini, ditanggung sepenuhnya oleh PIHAK KEDUA
b) Hal-hal yang termasuk Force Majeure dalam kontrak ini adalah :
– Bencana Alam (gempa bumi, banjir, gunung meletus, longsor, kebakaran, huru-hara, peperangan, pemberontakan dan epidemi).
– Kebijakan Pemerintah yang dapat mengakibatkan keterlambatan pelaksanaan/penyelesaian pekerjaan.
c) Apabila terjadi Force Majeure, PIHAK KEDUA harus memberitahukan
kepada PIHAK PERTAMA secara tertulis, selambat-lambatnya dalam waktu 3
(tiga) hari sejak terjadinya Force Majeure disertai bukti yang sah,
demikian juga pada waktu Force Majeure berakhir.
d) Keterlambatan karena Force Majeure tidak dikenakan denda.
Pasal 11
PEKERJAAN TAMBAH KURANG
(1) Semua pekerjaan tambah atau kurang harus dikerjakan atas perintah dan tertulis dari PIHAK PERTAMA.
(2) Pekerjaan tambah atau kurang yang dikerjakan PIHAK KEDUA tanpa seizin PIHAK PERTAMA, akibatnya harus ditanggung PIHAK KEDUA.
Pasal 12
PEMBATALAN PERJANJIAN
1) PIHAK PERTAMA berhak membatalkan/memutuskan perjanjian ini secara
sepihak dengan pemberitahuan tertulis tiga hari sebelumnya, setelah
memberikan peringatan/teguran tiga kali berurutturut dan PIHAK KEDUA
tidak mengindahkan peringatan tersebut ;
2) Pembatalan/pemutusan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tersebut dilakukan apabila PIHAK KEDUA melakukan hal-hal sebagai berikut
:
– Memberikan keterangan tidak benar yang merugikan atau dapat merugikan PIHAK PERTAMA.
– Tidak dapat melaksanakan/melanjutan pekerjaan.
– Memborongkan sebagian atau seluruh pekerjaan kepada PIHAK KETIGA tanpa persetujuan PIHAK PERTAMA.
– Apabila jumlah denda keterlambatan telah mencapai maksimum 5 % dari jumlah harga borongan ini.
3) Jika terjadi pembatalan/pemutusan perjanjian secara sepihak oleh
PIHAK PERTAMA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut di atas, maka
PIHAK PERTAMA dapat menunjuk pemborong lain untuk menyelesaikan
pekerjaan tersebut dan PIHAK KEDUA harus menyerahkan kepada PIHAK
PERTAMA segala dokumen yang berhubungan dengan Perjanjian ini.
Pasal 13
BEA MATERAI DAN PAJAK-PAJAK
Bea materai dan pajak-pajak yang timbul akibat dari perjanjian ini
seluruhnya dibebankan kepada PIHAK KEDUA, dilunasi sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 14
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
(1) Apabila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka pada dasarnya akan diselesaikan secara musyawarah.
(2) Apabila musyawarah tidak tercapai, maka penyelesaian terakhir
diserahkan kepada putusan Pengadilan Negeri yang dalam hal ini kedua
belah pihak memilih domisili tetap di Kantor Pengadilan Negeri setempat.
Pasal 15
HAK DAN KEWAJIBAN
(1) PIHAK KEDUA berkewajiban menjaga lingkungan agar tidak terjadi
gangguan terhadap lingkungan hidup sebagai akibat dari kegiatan PIHAK
KEDUA.
(2) PIHAK PERTAMA berhak memerintahkan kepada PIHAK KEDUA mengeluarkan
dari tempat pekerjaan sebagian atau seluruh bahan yang tidak lagi
memenuhi spesifikasi teknik.
(3) PIHAK KEDUA bertanggung jawab terhadap barang milik Daerah yang
dipinjamkan dan/atau diserahkan kepada PIHAK KEDUA meliputi
pemeliharaan, menjaga kondisi, perbaikan atau kerusakan, penggantian
atas milik Daerah tersebut.
Pasal 16
KESELAMATAN KERJA
(1) Selama pelaksanaan pekerjaan, PIHAK KEDUA wajib memperhatikan
tanggung jawab atas keselamatan kerja, baik di lingkungan pekerjaan
maupun keamanan umum dan ketertiban di tempat kerja.
(2) PIHAK KEDUA berkewajiban mengasuransikan tenaga kerja borongan/harian lepas, yang dipekerjakan untuk paket pekerjaan ini.
(3) PIHAK KEDUA berkewajiban membayar asuransi bagi tenaga kerja
borongan/harian lepas, yang dipekerjakan untuk paket pekerjaan ini
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 17
LAIN – LAIN
Segala sesuatu yang belum diatur dalam Surat Perjanjian ini atau
perubahan yang dipandang perlu oleh kedua belah pihak akan diatur lebih
lanjut dalam Surat Perjanjian Tambahan (Addendum) dan merupakan
perjanjian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini.
PASAL 18
KETENTUAN PENUTUP
(1) Dengan telah ditanda tangani Perjanjian ini oleh kedua belah pihak
pada hari dan tanggal sebagaimana tersebut diatas, maka seluruh
ketentuan yang tercantum dalam pasal-pasal dan lampiranlampiran
perjajian ini mempunyai kekuatan hukum mengikat kedua belah pihak
sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-undang
Hukum Perdata.
(2) Perjanjian ini dibuat dalam rangkap 6 (enam) bermaterai cukup
masing-masing untuk PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA serta masing-masing
rangkap mempunyai kekuatan hukum yang sama dan dinyatakan berlaku sejak
diterbitkannya Surat Perintah Mulai Kerja.
Rabu, 20 Januari 2016
CONTOH SURAT KONTRAK PERJANJIAN PEMBANGUNAN (Form Kosong)
KONTRAK
PELAKSANAAN PEKERJAAN PEMBANGUNAN RUMAH TINGGAL
antara
…………………………………………………
_________________________________________________________________
Nomor : …………………….
Tanggal : …………………….
Pada hari ini ………, tanggal ……………kami yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ………………………………………………………………………………
Alamat : ………………………………………………………………………………
Telepon : ………………………………………………………………………………
Jabatan : ………………………………………………………………………………
Dalam hal ini bertindak atas nama CV. Maju jaya dan selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama.
dan
Nama : ………………………………………………………………………………
Alamat : ………………………………………………………………………………
Telepon : ………………………………………………………………………………
Jabatan : ………………………………………………………………………………
Dalam hal ini bertindak atas nama Pemilik atau Kuasa Pemilik dan selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua.
Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan ikatan Kontrak Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan Rumah Tinggal yang dimiliki oleh Pihak Kedua yang terletak di ……………………………………………………………………………………
Pihak Pertama bersedia untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan, yang pembiayaannya ditanggung oleh Pihak Kedua, dengan ketentuan yang disebutkan dalam pasal pasal sebagai berikut :
Pasal 1
Tujuan Kontrak
Tujuan kontrak ini adalah bahwa Pihak Pertama melaksanakan dan, menyelesaikan pekerjaan Pembangunan Rumah Tinggal yang berlokasi tersebut diatas.
Pasal 2
Bentuk Pekerjaan
Bentuk pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Pihak Pertama adalah sebagai berikut :
Pasal 3
Sistem Pekerjaan
Sistem pekerjaan yang disepakati oleh kedua belah pihak adalah sebagai berikut :
Biaya
Adapun biaya pembangunan rumah tinggal tersebut adalah Rp. 2.100.000.000( Dua Milyar Seratus Juta Rupiah ).
Pasal 5
Tanda Jadi :Tanda jadi sebesar Rp. 10.000.000 ( sepuluh juta rupiah ) yang harus dibayarkan pada saat pekerjaan perencanaan ( Pasal 2 ayat 1 ) mulai dikerjakan, yaitu pada tanggal……………………
Downpayment :Pembayaran 30 % x Rp 2.100.000.000 = Rp. 630.000.000(enam ratus tiga puluh juta rupiah) yang harus dibayarkan pada saat pekerjaan bangunan ( Pasal 2 ayat 2 ) mulai dikerjakan, yaitu pada tanggal ………..
Tahap I :Pembayaran 25 % x Rp 2.100.000.000 = Rp. 525.000.000 (lima ratus dua puluh lima juta rupiah) setelah pekerjaan dinding dimulai, yang harus dibayarkan pada tanggal ………..
Tahap II :Pembayaran 20 % x Rp 2.100.000.000 = Rp. 420.000.000 (empat ratus dua puluh juta rupiah) setelah pekerjaan atap dimulai, yang harus dibayarkan pada tanggal ………..
Tahap III :Pembayaran 20 % x Rp 2.100.000.000 = Rp. 420.000.000 (empat ratus dua puluh juta rupiah) setelah pekerjaan lantai dimulai, yang harus dibayarkan pada tanggal ………..
Pelunasan :Pembayaran 5% x Rp 2.100.000.000 = Rp. 105.000.000 dikurangi tanda jadi Rp. 10.000.000 menjadi Rp. 95.000.000(sembilan puluh lima juta rupiah) setelah pekerjaan selesai.
yang harus dibayarkan pada tanggal ………..
Pembayaran tersebut harus dilakukan melalui transfer ke rekening :
Penerima : CV Maju jaya
Bank : ………………………………………………………………………………
No rekening : ………………………………………………………………………………
Pasal 6
Apabila terjadi keterlambatan pengerjaan pembangunan dari waktu yang telah ditentukan, maka Pihak Pertama wajib membayar denda kepada Pihak Kedua sebesar Rp. 10.000/hari. ( Sepuluh ribu rupiah perhari ).
Pasal 7
Perubahan
Apabila pada waktu pengerjaan pelaksanaan konstruksi terdapat perubahan perubahan terhadap luasan, posisi dan bentuk serta penambahan material bangunan, diluar dari perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah Pihak, maka Pihak Kedua wajib membayar setiap perubahan pembongkaran dan pemasangan kembali yakni sebesar Rp. 100.000/M2. ( seratus ribu rupiah permeter persegi )
Pasal 8
Pasal 9
Lain – Lain
Pihak Pertama dan Pihak Kedua akan bersama- sama mematuhi dengan baik dan bertanggung jawab terhadap seluruh kesepakatan kerja yang telah disetujui.
Demikian Kontrak Kerja ini telah di setujui dan di tanda tangani untuk dilaksanakan dengan sebagai mana mestinya tanpa adanya campur tangan dari pihak lain.
Pihak Pertama Pihak Kedua
( …………………. ) (…………………… )
PELAKSANAAN PEKERJAAN PEMBANGUNAN RUMAH TINGGAL
antara
- Maju jaya
…………………………………………………
_________________________________________________________________
Nomor : …………………….
Tanggal : …………………….
Pada hari ini ………, tanggal ……………kami yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ………………………………………………………………………………
Alamat : ………………………………………………………………………………
Telepon : ………………………………………………………………………………
Jabatan : ………………………………………………………………………………
Dalam hal ini bertindak atas nama CV. Maju jaya dan selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama.
dan
Nama : ………………………………………………………………………………
Alamat : ………………………………………………………………………………
Telepon : ………………………………………………………………………………
Jabatan : ………………………………………………………………………………
Dalam hal ini bertindak atas nama Pemilik atau Kuasa Pemilik dan selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua.
Kedua belah pihak telah sepakat untuk mengadakan ikatan Kontrak Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan Rumah Tinggal yang dimiliki oleh Pihak Kedua yang terletak di ……………………………………………………………………………………
Pihak Pertama bersedia untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan, yang pembiayaannya ditanggung oleh Pihak Kedua, dengan ketentuan yang disebutkan dalam pasal pasal sebagai berikut :
Pasal 1
Tujuan Kontrak
Tujuan kontrak ini adalah bahwa Pihak Pertama melaksanakan dan, menyelesaikan pekerjaan Pembangunan Rumah Tinggal yang berlokasi tersebut diatas.
Pasal 2
Bentuk Pekerjaan
Bentuk pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Pihak Pertama adalah sebagai berikut :
- Pekerjaan Perencanaan ( gambar kerja, spesifikasi material dan bahan, serta time schedule proyek ).
- Pekerjaan Bangunan( pelaksanaan konstruksi bangunan, sesuai dengan spesifikasi material dan bahan yang akan dilampirkan oleh pihak pertama pada saat Pekerjaan Perencanaan selesai, dan telah disetujui oleh pihak kedua )
Pasal 3
Sistem Pekerjaan
Sistem pekerjaan yang disepakati oleh kedua belah pihak adalah sebagai berikut :
- Pihak kedua menggunakan system penunjukan langsung dengan memberikan anggaran biaya ( budget ).
- Anggaran Biaya sebesar Rp. 2.100.000.000 ( Dua Milyar Seratus Juta Rupiah ) termasuk rincian :
- Pekerjaan Perencanaan
- Pekerjaan Bangunan
- Pajak – pajak yang di timbulkan atas pelaksanaan pembangunan termasuk : Pajak kontraktor, pajak pribadi, pajak membangun sendiri dan lain-lain.
- IMB ( Ijin mendirikan bangunan ) mulai dari tingkat klian banjar, lurah / kepala desa, camat dan pihak ciptakarya badung.
- Pihak pertama berhak menentukan luasan ruang bangunan, spesifikasi bahan dan material bangunan, dan bentuk bangunan yang akan disesuaikan dengan anggaran biaya ( budget ) yang diberikan oleh pihak kedua.
Biaya
Adapun biaya pembangunan rumah tinggal tersebut adalah Rp. 2.100.000.000( Dua Milyar Seratus Juta Rupiah ).
Pasal 5
Sistem Pembayaran
Pembayaran atas pekerjaan pembangunan tersebut diatas dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :Tanda Jadi :Tanda jadi sebesar Rp. 10.000.000 ( sepuluh juta rupiah ) yang harus dibayarkan pada saat pekerjaan perencanaan ( Pasal 2 ayat 1 ) mulai dikerjakan, yaitu pada tanggal……………………
Downpayment :Pembayaran 30 % x Rp 2.100.000.000 = Rp. 630.000.000(enam ratus tiga puluh juta rupiah) yang harus dibayarkan pada saat pekerjaan bangunan ( Pasal 2 ayat 2 ) mulai dikerjakan, yaitu pada tanggal ………..
Tahap I :Pembayaran 25 % x Rp 2.100.000.000 = Rp. 525.000.000 (lima ratus dua puluh lima juta rupiah) setelah pekerjaan dinding dimulai, yang harus dibayarkan pada tanggal ………..
Tahap II :Pembayaran 20 % x Rp 2.100.000.000 = Rp. 420.000.000 (empat ratus dua puluh juta rupiah) setelah pekerjaan atap dimulai, yang harus dibayarkan pada tanggal ………..
Tahap III :Pembayaran 20 % x Rp 2.100.000.000 = Rp. 420.000.000 (empat ratus dua puluh juta rupiah) setelah pekerjaan lantai dimulai, yang harus dibayarkan pada tanggal ………..
Pelunasan :Pembayaran 5% x Rp 2.100.000.000 = Rp. 105.000.000 dikurangi tanda jadi Rp. 10.000.000 menjadi Rp. 95.000.000(sembilan puluh lima juta rupiah) setelah pekerjaan selesai.
yang harus dibayarkan pada tanggal ………..
Pembayaran tersebut harus dilakukan melalui transfer ke rekening :
Penerima : CV Maju jaya
Bank : ………………………………………………………………………………
No rekening : ………………………………………………………………………………
Pasal 6
Jangka Waktu Pengerjaan
Jangka waktu pengerjaan adalah ……………… bulan, terhitung setelah kontrak ini ditandatangani oleh kedua belah pihak dan pembayaran tahap pertama diterima oleh Pihak Pertama pada tanggal ……………………………………………………….Apabila terjadi keterlambatan pengerjaan pembangunan dari waktu yang telah ditentukan, maka Pihak Pertama wajib membayar denda kepada Pihak Kedua sebesar Rp. 10.000/hari. ( Sepuluh ribu rupiah perhari ).
Pasal 7
Perubahan
Apabila pada waktu pengerjaan pelaksanaan konstruksi terdapat perubahan perubahan terhadap luasan, posisi dan bentuk serta penambahan material bangunan, diluar dari perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah Pihak, maka Pihak Kedua wajib membayar setiap perubahan pembongkaran dan pemasangan kembali yakni sebesar Rp. 100.000/M2. ( seratus ribu rupiah permeter persegi )
Pasal 8
Masa Pemeliharaan
- Masa pemeliharaan berlaku selama 3 bulan, setelah selesai
- Apabila dalam masa pemeliharaan tersebut terdapat kerusakan yang disebabkan bukan dari pekerjaan Pihak Pertama, maka Pihak Kedua tidak berhak menuntut Pihak Pertama untuk mengerjakannya.
Pasal 9
Lain – Lain
Pihak Pertama dan Pihak Kedua akan bersama- sama mematuhi dengan baik dan bertanggung jawab terhadap seluruh kesepakatan kerja yang telah disetujui.
Demikian Kontrak Kerja ini telah di setujui dan di tanda tangani untuk dilaksanakan dengan sebagai mana mestinya tanpa adanya campur tangan dari pihak lain.
Pihak Pertama Pihak Kedua
( …………………. ) (…………………… )
Isu Pembangunan Daerah dan Kebijakan Penataan Ruang
Prioritas nasional penyelenggaraan penataan ruang adalah pembinaan
pelaksanaan penataan ruang daerah dengan sasaran terpadunya RTR dengan
rencana pembangunan. Prioritas bidang penyelenggaraan penataan ruang
terbagi atas 4 (empat) fukus yaitu : Penyelesaian peraturan perundangan
sesuai dengan amanat UUPR Peningkatan kualitas produk rencana tata ruang
Sinkronisasi program pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang
Peningkatan kesesuaian pemanfaatan lahan dalam rencana tata ruang
Penutup Kebijakan dan strategi bidang penataan ruang yang digariskan di
dalam RPJMN 2010 – 2014 ditujukan untuk mengatasi beragam permasalahan
dan tantangan di bidang penataan ruang. Program dan kegiatan yang
menjadi prioritas pada tahun 2012 meliputi sinkronisasi rencana
pembangunan dan rencana tata ruang, penyelesaian peraturan perundangan
amanat UUPR, percepatan penyelesaian RTRW diberbagai tingkat
administrasi pemerintahan dan implementasi pengawasan penataan ruang.
Presiden Republik Indonesia dalam sambutannya pada
saat Rapat Kerja Nasional Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional baru-baru
ini di Surabaya menegaskan beberapa isu strategis dalam penyelenggaraan
penataan ruang nasional, yakni :
1. Terjadinya konflik kepentingan antar-sektor, seperti pertambangan, lingkungan
hidup, kehutanan, prasarana wilayah, dan sebagainya,
2. Belum
berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam rangka
menyelaraskan, mensinkronkan, dan memadukan berbagai rencana dan program sektor
tadi,
3. Terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari ketentuan dan norma yang seharusnya
ditegakkan. Penyebabnya adalah inkonsistensi
kebijakan terhadap rencana tata ruang serta kelemahan dalam pengendalian pembangunan,
4. Belum tersedianya alokasi fungsi-fungsi
yang tegas dalam RTRWN,
5. Belum adanya keterbukaan dan keikhlasan
dalam menempatkan kepentingan sector dan wilayah dalam kerangka penataan
ruang, serta
6. Kurangnya kemampuan menahan diri dari keinginan membela kepentingan
masingmasing secara berlebihan.
Senada dengan isu yang
dikemukakan Presiden RI, Menko Perekonomian pada forum yang sama menyebutkan
adanya 3 (tiga) isu utama dalam penyelenggaraan penataan ruang nasional, yang
meliputi :
a.
Konflik
antar-sektor dan antar-wilayah,
b.
Degradasi
lingkungan akibat penyimpangan tata ruang, baik di darat, laut
dan udara, serta
c. Dukungan terhadap pengembangan
wilayah belum optimal, seperti diindikasikan
dari minimnya dukungan kebijakan sektor terhadap pengembangan kawasan-kawasan
strategis nasional dalam RTRWN seperti kawasan perbatasan negara, kawasan
andalan, dan KAPET.
Pada era otonomi
daerah, inisiatif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat cenderung diselenggarakan
untuk memenuhi tujuan
jangka pendek, tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dan
keberlanjutan pembangunan jangka panjang. Konversi lahan dari kawasan lindung
menjadi kawasan budidaya guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
praktek pembangunan yang kerap terjadi. Di Pulau Jawa misalnya, hutan
lindungnya telah terkonversi dengan laju sebesar 19.000 ha/tahun (BPS,2001). Bahkan
Badan Planologi Kehutanan menyebutkan bahwa hingga 2001 penjarahan hutan di
Jawa telah mencapai 350.000 ha sehingga luas hutan tersisa 23% saja dari luas
daratan Pulau Jawa. Selain itu, terjadi konversi lahan pertanian untuk
penggunaan non-pertanian seperti untuk industri, permukiman dan jasa di Pulau
Jawa yang mencapai 1.002.005 ha atau 50.100 ha/tahun antara 1979 - 1999
(Deptan, 2001).
Contoh lainnya adalah
penurunan luas kawasan resapan air pada pulau-pulau besar yang signifikan. Hutan tropis, misalnya, sebagai kawasan resapan air telah
berkurang luasannya baik akibat kebakaran dan penjarahan/ penggundulan. Data
yang dihimpun dari The Georgetown International Environmental Law Review (1999)
menunjukkan bahwa antara tahun 1997 - 1998 saja tidak kurang dari 1,7 juta hektar hutan terbakar di
Sumatra dan Kalimantan. Bahkan WWF (2000) menyebutkan angka yang lebih besar,
yakni antara 2 hingga 3,5 juta hektar pada
periode yang sama. Dengan kerusakan hutan yang berfungsi lindung tersebut maka
akan menimbulkan run-off yang
besar, mengganggu siklus hidrologis, memperluas kelangkaan air bersih pada
jangka panjang, serta meningkatkan resiko pendangkalan dan banjir pada kawasan
pesisir.
Selain itu kondisi satuan-satuan wilayah sungai di
Indonesia telah berada pada kondisi yang mengkhawatirkan. Dari keseluruhan 89
SWS yang ada di Indonesia, hingga tahun 1984 saja telah terdapat 22 SWS berada
dalam kondisi kritis. Pada tahun 1992, kondisi ini semakin meluas hingga
menjadi 39 SWS. Perkembangan yang buruk terus meluas hingga tahun 1998, dimana
59 SWS di Indonesia telah berada dalam kondisi kritis, termasuk hampir seluruh
SWS di Pulau Jawa.4 (periksa Gambar 1 berikut). Seluruh SWS kritis tersebut
selain mendatangkan bencana banjir pada musim hujan, sebaliknya juga
menyebabkan kekeringan yang parah pada musim kemarau. Dari sisi ketahanan pangan, bilamana kecenderungan
negatif dalam pengelolaan SWS tersebut terus berlanjut, maka produktivitas
sentra-sentra pangan yang terletak di SWS-SWS potensial (seperti Citarum,
Saddang, Brantas, dsb) akan terancam pula.
http://sitr.jatimprov.go.id/beranda/artikel/detail/1
http://jembatan4.blogspot.co.id/2013/10/isu-strategis-penataan-ruang-di.html
https://kemalmenyimpang.wordpress.com/2015/11/28/kepentingan-ekonomi-dan-pelanggaran-tata-ruang/
KEPENTINGAN EKONOMI DAN PELANGGARAN TATA RUANG
Pernyataan Dr. Ir Tommy Firman (sekarang sudah guru besar) yang penulis kutip di depan sangat relevan dengan keresahan dan pernyataan Imam Mardjuki (Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Semarang) menanggapi disahkannya Perda Nomor 19 tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Semarang 2011-2030 Menurut Mardjuki setelah disahkannya RTRW Kota Semarang 2011-2030 tersebut hendaknya jangan ada lagi ijin-ijin pembangunan yang berseberangan dengan RTRW tersebut (SM, 3/6 /11).
Penyebab dan Solusinya
Melihat kecenderungan pelanggaran tata ruang di Kota Semarang, lalu timbul pertanyaan apa penyebabnya? Pertama, penulis setuju dengan pernyataan Dr. Ir Tommy Firman bahwa kebanyakan rencana tata ruang kota tidak disusun dengan mengakomodasikan kegiatan ekonomi masyarakat yang memang sangat dinamis. Kasus perubahan drastis kawasan Simpang Lima dari kawasan perkantoran, olahraga dan keagamaan menjadi kawasan bisnis karena kurangnya pemahaman bahwa lokasi di pusat kota sangat diinginkan oleh kegiatan ekonomi atau bisnis Hal tersebut terjadi karena penyusunan rencana kota kurang melibatkan para ahli ekonomi secara intens.
Sangsi
Sebab ketiga dari tidak ditaatinya RTRW Kota termasuk Kota Semarang adalah tiadanya sangsi hukum bagi yang melanggarnya. Tetapi itu dulu. Sekarang dengan Undang-undang yang baru yaitu Undang-undang Nomer 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang akan ada sangsi bagi siapapun (termasuk pemerintah) yang melanggar penggunaan lahan dan bangunan yang sudah ditetapkan di RTRW Kota. Ada 3 bentuk sangsi yaitu sangsi adiministrasi (termuat di Pasal 62 sampai 64), sangsi perdata (Pasal 66, 67, dan 75) dan sangsi pidana (Pasal 69 sampai 74).
http://nugroho-sbm.blogspot.co.id/2011/09/kepentingan-ekonomi-dan-pelanggaran.html
http://dokumen.tips/documents/kepentingan-ekonomi-dan-pelanggaran-tata-ruang.html
https://id.wikipedia.org/wiki/
RTRW Kota Sebagai Dasar Pembangunan
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan adanya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai landasan pembangunan dan pengembangan wilayah. Undang-Undang ini bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Dalam rangka perwujudan ruang wilayah nasional tersebut, penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia meliputi aspek pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Berdasarkan wilayah administratif masing-masing daerah, penataan ruang terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. Penataan ruang tersebut dilakukan secara berjenjang dan komplementer. Adapun wewenang penyelenggaraan penataan ruang diberikan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggaraan penataan ruang kota merupakan wewenang pemerintah kota yang meliputi pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kota dan kawasan strategis kota; pelaksanaan penataan ruang wilayah kota; pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kota; dan kerja sama penataan ruang antar kabupaten kota. Data Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum, menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat 93 Kota yang tersebar dari Sabang dari Merauke. Dari total jumlah kota tersebut, baru sekitar 35,5% kota yang sudah berhasil menyelesaikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota yang telah sesuai dengan Undang-Undang Penataan Ruang yang terbaru.
RTRW Kota Depok
Rencana tata ruang
Berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon, maka status Kota Depok berubah menjadi Kota hingga ditetapkannya Hari Jadi Kota Depok pada tanggal 27 April 1999.Berdasarkan hal tersebut, dirasakan perlu disusun suatu Rencana Tata Ruang Kota yang strategis, guna mewujudkan perencanaan Kota yang terpadu dan terarah. Karena itu perlu dijabarkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok yang dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Depok.
Perihal penyampaian Rancangan Perda Kota Depok tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok Tahun 2000-2010, Maka perlu segera dibentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas dan membuat rancangan rencana tata ruang wilayah kota depok yang dituangkan dalam Peraturan Daerah. Peraturan Daerah dimaksud adalah Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 12 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok Tahun 2000-2010.
Fungsi dan kedudukan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok berfungsi sebagai pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam lingkup Kota Depok.Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok atau sering disebut sebagai RTRW Kota Depok 2000-2010 disusun berazaskan pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta mengandung nilai-nilai keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.
Kedudukan RTRW Kota Depok 2000-2010 di dalam tatanan pembangunan secara keseluruhan merupakan penjabaran dan strategi dari arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok serta RTRW Kota Depok disusun sebagai alat operasionalisasi dan merupakan acuan kebijaksanaan pelaksanaan pembangunan di wilayah Kota Depok, khususnya yang mengatur struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah.[3]
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Depok meliputi :
- Kebijakan, pendekatan, dan strategi pengembangan tata ruang untuk tercapainya tujuan pemanfaatan ruang yang berkualitas.
- Tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
- Struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok.
- Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota Depok
PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA
Banyak pihak berpendapat bahwa pemerintah harus campur tangan untuk mengendalikan, menata keadaan dengan alasan kegagalan mekanisme pasar menciptakan hasil yang memuaskan masyarakat secara keseluruhan, antara lain kegagalan menghasilkan hasil sosial yang diinginkan, munculnya eksternalitas negatif, dan ketidakmerataan pelayanan (Devas dan Rakodi, 1993:31).
Pada kenyataannya banyak campur tangan pemerintah dalam pembangunan kota justru tidak tepat dan tidak memuaskan. Mattingly bahkan menyatakan secara tegas bahwa sebab utama kegagalan pengendalian pemanfaatan ruang adalah tidak didukung oleh kemauan politik dan dukungan masyarakat yang memadai (Devas dan Rakodi, 1993 : 113).
Sistem permintakatan (zoning) merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk menetapkan penggunaan lahan atau mengatur kegiatan yang diijinkan di atas sebidang lahan. Pada umumnya setiap mintakat disertai dengan batasan-batasan dan/atau persyaratan tertentu yang secara rinci diterapkan untuk setiap penggunaan bangunan yang akan didirikan di atas persil tertentu dalam mintakat tertentu (Branch, 1995).
Tujuan Pengendalian Lahan Kota (Smith, 1993)
Pengendalian pemanfaatan lahan sangat erat hubungannya dengan manajemen pertumbuhan (growth management). Tujuan/sasaran pengendalian penggunaan lahan adalah manajemen pertumbuhan yang dilaksanakan melalui empat perangkat/instrumen yaitu :
- Instrumen pengaturan (regulatory tools) seperti pemintakatan, perijinan lokasi, perijinan bangunan,
- Instrumen kebijakan penempatan fasilitas pelayanan umum untuk mengarahkan pembangunan (public services location) seperti fasilitas infrastruktur;
- Instrumen sumber-sumber pendapatan (revenue sources) seperti pajak ;
- Instrumen pengeluaran/belanja langsung dan tidak langsung pemerintah (government expenditure) seperti pembelian lahan dan insentif pajak perumahan.
Manajemen pertumbuhan dikedepankan karena beberapa hal seperti: (1) permintakatan (zoning) kurang mampu dalam: membentuk pertumbuhan, mengendalikan penjadwalan/rentang waktu, menghadapi masalah pendanaan dan lingkungan; (2) kesulitan memenuhi sarana pelayanan dan infrastruktur yang telah menelan banyak biaya meskipun dengan menaikkan pajak; (3) terjadinya urban sprawl, polusi udara, hilangnya ruang-ruang terbuka dan persawahan, menyebabkan diberlakukannya aturan-aturan penatagunaan tanah seperti larangan aneksasi lahan, membuat garis batas wilayah perkotaan, daerah “sabuk hijau” (greenbelt area), dan perlindungan daerah pertanian (Deakin, 1989).
Daftar Pustaka:
Budihardjo, E. & Hardjohubojo, 1993, Kota Berwawasan Lingkungan, Alumni, Bandung
Branch, M.C., 1995, Perencanaan Kota Komprehensif, Pengantar dan Penjelasan, Gadjahmada University Press, Yogyakarta.
Deakin, Elizabeth, 1989, Growth Control and Growth Management : A Summary and Review of Empirical Research, dalam Brower, David J., Godschalk, David R, Porter, Douglas R, (ed), Understanding Growth Control – Critical Issues and A Research Agenda, Washington D.C., The Urban Land Institute.
Langganan:
Postingan (Atom)